BENGKULU - Rencana PGRI
Provinsi Bengkulu memotong gaji ke-13 guru se Provinsi Bengkulu sebesar
Rp 150 ribu per orang, menuai gejolak di tingkat bawah. Info rencana
pemotongan sebagaimana diberitakan koran ini edisi Senin (25/3), menjadi
pembicaraan hangat diantara guru. Rencana pemotongan tersebut baru saja
diputuskan dalam Konferensi Kerja (Konker) PGRI pada 21-23 Maret 2013.
Suara penolakan
terang-terangan mulai muncul dari kabupaten. Sebanyak 10 pengurus
kecamatan (PC) PGRI di Bengkulu Tengah, misalnya, kompak menolak rencana
pemotongan gaji ke-13 guru pada bulan Juni nanti. Suara PGRI Benteng
ini mewakili sekitar 1.410 orang guru.
Sekretaris PGRI Benteng, Supriyanto S.Pd
mengungkapkan info soal rencana pemotongan tersebut sudah menyebar luas
di kalangan guru di Benteng. Guru sudah banyak yang mengadu ke pengurus
PGRI Benteng dan menyatakan sikap menolak. Sebab, gaji ke-13 adalah
bonus yang sangat diharapkan guru untuk dapat mencukupi kebutuhan
anak-anak yang masuk atau bersekolah.
“Bukan hanya masalah berita di media,
memang di dalam forum Benteng sudah menolak dan secara garis besar guru
yang tahu juga menolak. Kami dari PGRI tidak bisa berbuat banyak, dengar
suara guru nanti. Hasil konker itu tidak bisa dilanjutkan untuk di
Benteng, sebab sama sekali gurunya tidak ada yang mau menerima hasil
konker, pemotong gaji ditolak,” paparnya.
Dikatakan Supriyanto, guru
bukan tidak setuju dibangun gedung untuk organisasi PGRI. Tapi bukan
dengan cara memotong gaji guru. Karena gaji ke-13 tidak boleh dipotong
sama sekali, beda dengan dana sertifikasi. “Guru yang berbicara, guru
berpesan setuju bangun gedung, jangan andalkan pemotongan gaji ke-13.
Dana sertifikasi tidak masalah,” ujar Suprianto.
Supriyanto mengusulkan agar
PGRI Provinsi menggunakan secara efisien sumbangan guru yang dipotong
dari gaji Rp 5 ribu per bulan. “PGRI sudah menerima sumbangan Rp 5 ribu,
itu bisa dipakai,” terangnya.
Ditambahkan Edon guru Talang
Empat, keputusan hasil Konker tidak memperhatikan keberadaan guru-guru
yang bertugas di pelosok yang sangat mengharapkan gaji ke-13. Di Benteng
guru menolak.
“Bisa saja beberapa guru yang oke,
tetapi guru-guru wilayah pedalaman saya tidak menjamin menerima
keputusan itu, terlalu berat,” imbuh Edon.
PGRI BU Juga Keberatan
Sikap keberatan juga muncul
dari Bengkulu Utara. Ketua PGRI BU Suyanto, S.Pd, M.Pd khawatir
pemotongan ini akan menimbulkan gejolak guru. Selain itu guru di BU saat
ini juga sudah dibebani oleh berbagai program pembangunan yang
merupakan kegiatan PGRI BU seperti pembangunan gedung guru.
Jika diakomulasikan dari 2.900 guru di
BU berarti uang yang dikumpulkan dari guru di BU Rp 439 Juta. “Kalaupun
itu benar (potongan Rp 150 ribu, red), kita tidak dalam posisi menolak.
Hanya saja kita tidak bisa melakukan putusan tersebut tahun ini. Karena
banyaknya program kami di kabupaten dan pasti akan ada gejolak,” terang
Suyanto.
Selain itu, pemotongan yang
dilakukan juga tidak bisa hanya menggunakan keputusan PGRI dan harus
memperoleh persetujuan dari masing-masing guru untuk melakukan
pemotongan. Sehingga harus ada proses panjang yang dilakukan untuk
meaksanakan hasil rapim tersebut. “Nanti hasil rapim itu akan kita bawa
dulu dalam rapat di kabupaten. Bagaimana tanggapan guru di kabupaten
akan kita pertimbangkan,” tambah Yanto.
Terkait persetujuan PGRI BU
atas hasil Rapim? Menurutnya itu adalah putusan organisasi. Malah ia
beranggapan tidak baik menolak hasil keputusan organisasi yang disetujui
mayoritas anggota demi mencari popularitas sendiri. “Saya bisa juga
menolak putusan organisasi jika ingin mencari popularitas. Tapi tidak
bisa seperti itu, ini putusan organisasi,” imbuh Suyanto.
Yanto juga mengaku tidak hadir dalam
rapim tersebut. “Informasi sudah saya dengar, tapi hasil rapim secara
tertulis saya belum tahu, karena memang belum menerima laporan,”
demikian Suyanto.
Guru di Seluma Juga Menolak
Sementara itu, suara penolakan
juga disampaikan guru di Kabupaten Seluma. Beberapa guru yang ditanya
RB terkait kebijakan tersebut, mengaku keberatan. Tapi mereka masih
malu-malu dan meminta jangan ditulis identitasnya. “Kami inginnya tidak
ada pemotongan. Kalau mau bangun gedung, ya cari dana lainlah. Jangan
ngambil dari gaji guru,” celetuk seorang guru saat ditanya RB.
Terpisah, Kepala Dinas
Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Seluma, Drs H Azwardi, MH dikonfirmasi
kemarin cukup terkejut soal bakal adanya pemotongan gaji ke-13 yang
seharusnya itu murni sepenuhnya diterima guru tanpa ada potongan apapun.
Namun, Azwardi mengaku jika itu sudah
hasil kesepakatan pengurus, maka pihaknya belum memikirkan apa yang akan
dilakukan Dispendik Seluma. “Yang jelas itu harus atas hasil
kesepakatan, jika tidak itu tidak diperbolehkan memotong gaji guru itu,”
tegasnya.
Dikatakan Azwardi, hingga kemarin belum
ada pihak PGRI Kabupaten Seluma menyampaikan rencana mereka itu kepada
pihaknya. Mestinya, itu harus dikoordinasikan dan dikomunikasikan dulu
dengan Dispendik Seluma.
“Belum ada koordinasi dan pembicaraan
sama sekali dengan kita. Tentu kita mempertanyakan untuk apa potongan
itu dan apa dasarnya. Harus ada dasar dan kesepakatan bersama,” demikian
Azwardi.
Diputuskan Melalui Voting
Informasi yang diperoleh dari
pengurus PGRI Seluma, keputusan memotong gaji ke-13 guru tersebut
ternyata melalui voting. Dia mengakui, rencana pemotongan tersebut
sempat menuai penolakan. Namun setelah divoting, suara yang menyatakan
setuju dipotong mengalahkan suara guru yang menolak.
Ketua PGRI Kabupaten Seluma, Zikri, M.Pd
dikonfirmasi RB kemarin (25/3) mengungkapkan, karena suara terbanyak
setuju dipotong, maka keputusan yang diambil PGRI adalah melakukan
pemotonga.
“Ini sudah hasil kesepakatan
bersama pengurus. Memang ada awalnya yang tidak setuju, tapi hasil
voting terbanyak pengurus yang menyatakn setuju. Jadi akhirnya mengikuti
keputusan terbanyak,” terangnya.
Menurutnya, pemotongan hanya
akan dilakukan tahun ini saja. “Akan kami sosialisasikan dulu. Waktunya
belum bisa kita pastikan, yang pasti ini akan disosialisasikan dulu
nanti,” terangnya. (rif/qia/hue)